BANDAR LAMPUNG, LAMPUNG7.COM – Dalam rangkaian kegiatan Digital Eco-Archipreneur Review (DEAR) 2025, Universitas Bandar Lampung (UBL) menyelenggarakan forum diskusi strategis bersama perwakilan State Secretariat for Economic Affairs (SECO) Swiss, Senin (26/5), di Innovation Center UBL. Forum ini menjadi ajang penting untuk membahas arah pengembangan kurikulum arsitektur hijau berbasis teknologi di lingkungan pendidikan tinggi Indonesia.
Hadir dalam forum tersebut perwakilan SECO, Muhammad Halil Rahim, yang turut mendampingi Duta Besar Swiss untuk Indonesia, H.E. Olivier Zehnder, serta Wakil Dubes Mathias Domeni. Forum ini mempertemukan jajaran pimpinan fakultas teknik UBL, dosen arsitektur, perwakilan mahasiswa, serta para mitra akademik dan industri yang peduli pada pembangunan berkelanjutan.
Rektor UBL, Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kolaborasi dengan SECO merupakan tonggak penting bagi transformasi kurikulum pendidikan tinggi, terutama di bidang arsitektur.
“Kami menyadari bahwa tantangan perubahan iklim dan pembangunan yang berkelanjutan harus dijawab melalui pendidikan. Oleh karena itu, penguatan kurikulum berbasis EDGE dan kolaborasi dengan SECO sangat krusial dalam mencetak arsitek yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga memiliki kesadaran ekologis yang tinggi,” ujar Prof. Yusuf.
Dalam pemaparannya, Muhammad Halil Rahim menjelaskan bahwa SECO memandang penting peran perguruan tinggi dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Ia menyebut UBL sebagai mitra potensial yang telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendesain program akademik yang selaras dengan visi global.
“Kami mengapresiasi UBL yang telah mengintegrasikan prinsip-prinsip arsitektur hijau dalam proses pembelajaran. SECO berkomitmen mendukung universitas-universitas di negara mitra, seperti Indonesia, untuk mempercepat adopsi teknologi bangunan hijau yang efisien dan berkelanjutan,” katanya.
Forum ini menghasilkan sejumlah poin penting, di antaranya rencana penguatan kapasitas dosen melalui pelatihan lanjutan tentang Designing for Greater Efficiency (DfGE), pengembangan modul berbasis studi kasus lokal yang terstandarisasi secara internasional, serta pengintegrasian teknologi visualisasi dan simulasi dalam proses pembelajaran arsitektur.
Selain itu, pihak SECO juga menyatakan dukungannya terhadap pengembangan pusat studi arsitektur hijau di UBL yang akan berfungsi sebagai pusat riset, inkubasi inovasi, dan pelatihan profesional untuk wilayah Sumatera dan sekitarnya. Gagasan ini mendapat sambutan hangat dari civitas akademika UBL yang telah sejak lama merancang inisiatif serupa.
Di sela kegiatan, para mahasiswa arsitektur juga berkesempatan menyampaikan aspirasi dan pengalaman mereka dalam menggunakan EDGE sebagai alat bantu desain. Hal ini menambah keyakinan pihak SECO terhadap dampak langsung dari kolaborasi ini dalam pengembangan sumber daya manusia di bidang arsitektur.
Forum strategis ini ditutup dengan penandatanganan komitmen bersama untuk memperluas cakupan program kerja sama, khususnya dalam pengembangan kurikulum dan penyelenggaraan riset kolaboratif di bidang arsitektur berkelanjutan. UBL menegaskan bahwa sinergi antara akademisi, pemerintah, dan sektor internasional menjadi kunci utama dalam menjawab tantangan pembangunan masa depan. (*)