METRO –– Sekretaris Komisi I DPRD Kota Metro, Amrullah menilai surat Keputusan (SK) Walikota Metro nomor 205/ KPTS/ B-05/ 2022 tentang pemberian stimulus PBB-P2 tahun 2022 di Kota Metro yang telah ditandatangani Walikota Wahdi, cacat hukum.
“Kalau dari saya secara hukum itu sudah cacat formil, karena secara formil aturan hukum kita tidak berlaku surut kecuali yang memberi manfaat kepada masyarakat luas, contohnya pengampunan pajak dan pemutihan pajak, nah itu baru berlaku surut. Kalau SK ini, produk bulan Maret mengatur bulan Januari, sekalian saja dari 2019,” Selasa (17/5/2022).
Politisi Partai Demokrat itu juga memberikan perumpamaan Pungli yang diduga dilakukan Pemkot Metro kepada masyarakat nya dengan modus PBB-P2.
“Kemudian yang kedua, persamaan Pungli atau pun pajak yang seperti inikan sama-sama mengambil hak masyarakat, ini hak orang. Bedanya kalau pajak itu berdasarkan aturan main, regulasi dan aturan hukum. Kalau Pungli kan melawan hukum dan tidak berlandaskan hukum, jadi jika ini adalah pajak maka harus sesuai aturan hukum,” ucapnya.
Anggota DPRD dari daerah pemilihan (Dapil) Metro Timur tersebut juga menyayangkan tindakan instrumen Pemkot yang tetap menjalankan Sekretaris Komisi I DPRD Kota Metro
“Norma hukum kita di Indonesia, hukum tidak berlaku surut. Soal ini, apa bedanya dengan pungli. Apa bedanya sama ini yang dilakukan terang benderang, sudah dikritik, sudah di hearing dan didiskusikan tapi masih saja dilakukan,” ujarnya.
Pria yang akrab disapa Iloh tersebut juga menyarankan Walikota Metro, Wahdi, melakukan pemeriksaan dan pengkajian terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan untuk mengeluarkan kebijakan.
“Kemudian soal PBB saat ini apa bedanya dengan pungli dan perampokan, sama-sama melawan hukum kan, hanya bedanya mungkin ini tidak dengan kekerasan. Jadi saran untuk Walikota, ini yang menjadi pertanyaan, inikan ada hirarkis. Sebelum itu ditandatangani Walikota, itu ada paraf hirarkis, apakah itu tidak dikaji dan diperiksa dulu,” kata dia.
Pria yang juga merupakan Ketua KAHMI Kota Metro tersebut menduga adanya permintaan Walikota Metro, Wahdi, untuk menarik PBB-P2 yang dinilai menyengsarakan rakyat.
“Atau memang ini sudah perintah dari kepala daerah, karena paraf hirarkis ini tidak melalui kajian dan tidak melalui telaah staf. Biasanya di bawahnya ada opsi-opsi, sehingga sebelum mengambil kebijakan itu benar-benar dipikirkan dulu, jangan sudah selesai baru akan dikaji, akan ditelaah. Tentu ini menimbulkan tanda tanya di masyarakat,” tuturnya.
Mantan aktivis mahasiswa tersebut mengajak masyarakat untuk bersama menyaksikan proses pengkajian aturan penarikan PBB-P2 yang dilakukan oleh Pemkot Metro.
“Saya mengajak masyarakat untuk bersama melihat dan menunggu serta membuktikan apa yang akan terjadi. Jika ini terbukti cacat formil, maka dengan sendirinya harus di gugurkan dan dibatalkan yang namanya aturan. Jangan dilakukan lagi, karena jika ini masih dilakukan maka nanti arahnya pidana,” jelasnya.
Amrullah bahkan mengajak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk bersama mengawasi penghimpunan PBB-P2. Hal tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya secara aturan Walikota Metro mendapatkan jatah 5 persen dari nilai pajak yang berhasil dikumpulkan.
“Satu lagi, menurut aturan, 5 persen insentif PBB ini masuk ke kepala daerah loh. Jadi hati-hati jika ini tetap dilakukan maka akan timbul masalah, dan pihak-pihak terkait dapat bersama-sama menyikapi ini. Tentunya sesuai dengan wilayah dan fungsi masing-masing,” tandasnya.
Sebelumnya, meskipun Walikota Metro, Wahdi enggan berkomentar banyak Sekretaris Komisi I DPRD Kota Metrosaat dikonfirmasi media pada Jumat (13/5/2022) lalu, namun Sekertaris Kota (Sekkot) Metro, Bangkit Haryo Utomo menyampaikan kesiapannya untuk mengkaji ulang surat keputusan.(Adv)